Tengah
hari ini langit tampak begitu gelap. Segemercik air dari langit mulai membasahi
tubuhku. Tak terasa melangkah tiba-tiba tubuhku sudah basah semua. Terlihat di
sudut kota ada sebuah kedai coklat yang paling terkenal dikotaku. Aku
menelusuri jalan yang tak begitu besar untuk mencapai ke kedai itu. Akhirnya
aku sampai dan segera mencari tempat duduk favoritku di sudut dekat jendela. “Mbak
coklat panasnya satu” pintaku kepada seorang pelayan yang bertubuh agak gemuk
dengan keringat yang menetes didahinya. Tak lama kemudian
pesananku datang.
Tiba-tiba
ponselku berdering, terlihat sebuah nama muncul dilayarku. “Siapa lagi kalau
bukan Caca” pikirku. Ternyata benar, Caca meneleponku.
“Git
lo dimana?” ucap Caca diawal pembicaraan telepon.
“Dikedai
coklat, kenapa Ca?” balasku penasaran.
“Lo
bisa ke rumah gue gak sekarang?” katanya sedikit cemas.
“Bisa,
aku kesana sekarang.” Aku pun segera menutup ponsel dan bergegas keluar untuk
pergi ke rumah Caca yang tak jauh dari kedai coklat itu.
Ditengah
perjalanan aku tak sengaja menabrak seorang lelaki bertubuh tinggi dan berparas
tampan dengan gaya rambut stylelist yang sedang menjinjing laptop. Terlihat
laptop itu terjatuh dan hancur. Aku pun tak bisa berkata-kata hanya air mata
yang bisa aku luapkan. “Lo jadi cewek gimana sih? Punya mata gak? Gantiin
laptop gua!” ucap lelaki itu dengan kasar. Air mataku semakin bercucuran
“Maafin aku..” pintaku dengan sangat memohon. “Cuma minta maaf lo kira bisa
gantiin laptop gua gitu?” sahutnya kepadaku dengan tangan yang hampir melayang
ke pipiku.
Tiba-tiba
datang Samuel yang mengentikan ulah kasarnya lelaki itu. “Lo bisa gak Ren, gak
kasar sama cewek!” sahutnya kepada lelaki itu. “Tapi dia udah ngerusak laptop
gua Sam!” kata lelaki itu dengan emosi yang hampir mau menamparku.
“Lo
bisa nyelesain pake cara yang baik-baik kan?” Ucap Samuel sambil menggenggam
tangan lelaki itu yang hampir melayang ke pipiku. “Gua bisa aja beli laptop
sepuluh tanpa lo ganti, cewek manis!” Ujar lelaki itu menyombongkan diri
sembari membuka kacamata hitamnya. Kini terlihat bola matanya yang coklat
dengan alis yang mengerut.
“Aku
tau aku hanya orang biasa yang mungkin uang jajanku selama setahun gak bisa
gantiin laptop kamu!” Kataku dengan air mata yang semakin bercucuran. “Yuk Git mending kita pergi!” ucap Samuel
semakin kesal. Dia pun menarik tanganku untuk segera pergi. “Eh cewek besok gue
tunggu dikedai coklat. Awas lo gak dateng!” teriaknya keras sampai terdengar
dari kejauhan.
“Sam,
makasih ya udah bantuin aku.” Ucapku kepada Samuel yang terlihat sedang
menatapku. “Iya, oiya maafin temen gua ya Gita.” Pinta Samuel dengan memohon.
“Sekali
lagi makasih, kamu emang sahabat terbaikku!” ujarku sambil menepuk pundaknya. Samuel
hanya membalas dengan senyum simpul lalu ia segera pergi. Disepanjang
perjalanan menuju rumah Caca aku bernostalgia masa kecilku. Memang Samuel
adalah sahabat yang paling dekat denganku. Selain rumahku dekat dengan rumahnya
dan orang tua kami juga saling mengenal baik. Aku dan Samuel sudah dekat sejak berumur
5 tahun.
Tak
lama terasa tiba-tiba aku sudah berada di depan rumah Caca yang tidak berpagar.
Tampak Caca dijendela coklat dengan tirai bercorak garis merah muda yang
menambah keapikan rumahnya. Ia menyuruhku masuk kedalam karena pintu sedang
tidak dikunci.
Caca
langsung memelukku erat. “Git.” Ucapnya menangis. “Ada apa ca?” Tanyaku
penasaran. “Gue kena kanker stadium lanjut.” Jawabnya singkat, ia semakin
memelukku erat.
“Bohong
kamu Ca!” ucapku sembari menatap dalam. “Bener Git.” Ucapnya terisak. “Makanya gue
minta lo kesini, supaya lo jaga jarak dari Sam. Gue pengen hari-hari terakhir
ditemenin sama Sam, lo ngerti kan?” sambung Caca yang semakin memelukku erat.
“Kamu tau kan aku itu ngga suka sama Sam, Ca.” aku membenarkan perkataan Caca.
“Tapi
gue cemburu git, tiap Sam deket sama lo. Gue tau kok lo udah temenan sama dia
dari kecil. Maafin gue ya Git, bukannya ngelarang lo buat deket sama Sam. Tapi gue
mohon sama lo, biar lo jaga jarak sama Sam.” Ujarnya sembari menatapku. “Oiya
gue sebulan lagi mau pindah ke Singapore sekalian berobat disana.” Sambung
Caca. Terasa dipundakku air matanya yang menetes.
“Maafin
aku ya Git, tapi aku sama Sam hanya sekedar sahabat, ngga lebih. Oiya kamu
berapa lama tinggal di Singapore?” ucapku.
“Mungkin
10 tahun gue tinggal diSingapore sekalian berobat. Itu juga kalo gue masih hidup
Git.” Kata Caca yang semakin meneteskan air mata.
“Kamu
gak boleh ngomong begitu Git!” Ujarku sedikit membentak Caca. Kami berdua pun
saling memeluk erat.
&
Terik
matahari yang sangat menyengat tak menghalangiku untuk menemui seorang lelaki
yang kemarin kutabrak. “Akhirnya lo datang juga.” Ucap lelaki itu sambil
tersenyum sinis kepadaku. “Sekarang mau kamu apa?” Kataku dengan suara keras
yang membuat beberapa orang dikedai menengok ke arahku.
“Sebagai
gantinya lo harus ngerjain semua tugas sekolah dan jadi temen belajar gua
dirumah selama sebulan!” Kata lelaki itu. “Oiya nama gua Rendi, lo mulai kerja
besok!” sambungnya.
“Apa?!
aku jadi guru kamu gitu selama sebulan? Ih ngga banget!” Sahutku kepada lelaki
yang bernama Rendi.
“Lo
harus pilih, mau ganti laptop gua besok apa mau kerja dirumah gua selama sebulan?”
ujarnya dengan lantang.
“Yaudah
aku besok kerja dirumah kamu, cowok manja!” ucapku kesal lalu aku pergi
meninggalkannya.
&
Hari
ini adalah hari pertama aku bekerja dirumah Rendi untuk mengantikan sebuah
laptopnya. Aku menelusuri jalan untuk menemui alamat rumahnya.Tiba-tiba aku
terhenti sebuah rumah megah bercat putih dengan pagar yang tinggi kira-kira
tiga meter. Lalu aku menanyakan kepada satpam yang sedang duduk dipos “Pak ini
benar alamat Rendi?”
“Anda
guru Rendi ya?” Tanya pak satpam. “What aku guru?! Ga salah tuh” pikirku
sejenak. “Iya pak.” Ceplosku sedikit heran. “Silahkan masuk.” Pak satpam membuka
gerbang yang lumayan besar dan menyuruhku masuk.
Terlihat
disofa coklat seorang lelaki yang sedang menonton televisi. “Hei kamu!” kataku
menyambar. “Dateng juga lo! Gua kira lo cuma bohongin gua, tampang lo kan cewe
pembohong.” Ceplos Rendi. “Mana tugas aku?” ucapku sedikit geram. “Tuh kerjain
semua!” Kata Rendi menunjuk kearah meja yang terdapat tumpukan buku. “Oiya nama
lo siapa?” sambungnya lagi. “Nama aku Sagita panggil aja Gita, simple kan.”
Ucapku sinis.
Semua
tugas sekolah Rendi sudah kuselesaikan. Kulihat Rendi yang sedang asyik bermain
game. Aku pun pulang tanpa pamit.
&
“Lo
kemarin kemana? Pulang gak bilang-bilang.” Ucap Rendi. “Maaf Ren” Kataku
memohon.
“Lain
kali jangan gitu ya. By the way makasih ya tugasnya betul semua. Lo pinter
banget sih!” Ucapnya lembut sembari mencubit lembut pipiku. “Kalo gitu gua
serahin semua tugas-tugas sekolah gua sama lo!” sambungnya.
“Dasar
cowok manja yang gak mau usaha!” balasku dengan geram.
Hari
demi hari pun kulalui, setiap pulang sekolah aku selalu diantar oleh Samuel
untuk bekerja dirumah Rendi. Aku sangat menikmati pekerjaanku sebagai guru
sementara dirumah Rendi. Walaupun aku sedikit tak tahan dengan tingkahnya yang
manja dan aneh seperti bayi monster.
Setengah
bulan pun berlalu. Aku merasakan banyak perubahan terhadap Rendi. Begitupun
dengan Tante Lisa. Tante Lisa sangat berterimakasih kepadaku karena kehadiranku
dirumahnya membawa pengaruh besar terhadap sikap anaknya, Rendi.
Entah
kenapa ketika sedang mengajarinya matematika ada keanehan terhadapku. Entah itu
perasaan atau apa. Hatiku tiba-tiba berdegup kencang saat Rendi berkata
“Caranya bukan begitu bu guru cantik, tapi begini.” Rendi langsung mengajariku
menyelesaikan soal matematika.
Aku
pun kagum terhadap rendi. Ternyata ia lebih pintar dariku.
Ponselku
berdering. Tiba-tiba Rendi langsung mengambil ponselku, ia lari membawa gitar menuju
pohon di dekat taman rumahnya. “Rendi turun, kembaliin ponselku!” kataku dengan
kepala mengadah ke atas pohon. Rendi pun mengangkat telepon.
“Gitanya
lagi sibuk, maaf gak bisa diganggu sam!” Ucap Rendi kepada penelponku yang
ternyata adalah Samuel.
“Rendi!”
ucapku geram. Rendi tak menjawab. Ia hanya menyanyikan sebuah lagu dengan
memainkan gitarnya. “Oh baby I will take
you to the sky forever you and I, you and I.”
Hujan
turun membasahi tubuhku dan Rendi. Rendi tetap tidak mau turun dari atas pohon.
“Ren,
turun! Ntar kamu sakit.” Pintaku yang sedang berada dibawa pohon.
“Cie
perhatian banget sih bu guru.” Rendi tertawa kecil.
“Cepet
turun gak!” Aku tetap memaksanya. “Iya cantik, Rendi turun kok.” Ucapnya dengan
manja. Lalu ia segera turun dari atas pohon dan meraih tanganku untuk masuk ke
rumah.
“Ponsel
lo gak gua kembaliin sampai masa kerja lo abis.” Ucap Rendi sambil menertawaiku
yang sedang kebasahan. “Rese! Yaudah mending aku pulang.” Ujarku meninggalkan
ia sendirian.
Semenjak
kejadian itu aku semakin kagum terhadap Rendi. Kagum perasaan atau apa aku tak
mengerti. Rendi atau bayi monster yang aneh dan manja ternyata tak seperti yang
kupikirkan. Aku selalu merindukannya.
Masa
kerjaku tinggal sehari lagi, entah apa yang ada dibenakku aku mulai merasakan
kehilangan Rendi. Tiba-tiba Samuel datang mencubitku yang sedang melamun.
“Sakit
Sam!” Ujarku.
“Lagi
lo ngelamun aja. Emang lo lagi mikirin apa sih?” tanyanya penasaran.
“Nggak
kok.” Jawabku berbohong.
Ditengah
pembicaraan tiba-tiba ponsel Samuel berdering. Aku mengintip ponselnya, tampak
nama Rendi muncul dilayar ponselnya.
“Git,
Rendi nyariin lo nih.” Ucap Samuel yang tiba-tiba berubah sikap menjadi dingin
kepadaku. “Oiya hari ini kan aku janji sama Rendi buat nemenin dia ke ulang
tahun adiknya.” Kataku kepadanya. Aku pun meninggalkan Samuel dan segera menuju
rumah Rendi. Diperjalanan tiba-tiba hujan turun hingga membuat pakaianku basah.
“Ren
maaf aku telat.” Ucapku
menunduk sembari membersihkan bajuku yang
basah dan penuh dengan kotoran tanah.
“Gapapa,
oiya baju lo basah?” Rendi heran menatapku.
“Iya
pake nanya lagi.” Kataku merengut kesal.
“Kasian
amat. Nih ada baju adek gua, lo pake. Oiya gantinya jangan disini.” Kata Rendi
yang semakin meledek. “Dasar rese lo Babymon!” Ucapku yang tak sengaja
memanggil Rendi dengan sebutan Babymon atau Baby Monster karena tingkahnya yang
aneh dan manja seperti bayi monster menurutku.
“Apaan
Babymon? Panggilan kesayangan lo buat gua ya?” Tanyanya yang semakin genit
menatapku. “Dih pede banget.” Rengutku.
“Eh
cepat ganti baju! Marah mulu lo, cepet tua ntar cantiknya ilang.” Kata Rendi
meledekku.
Setelah
selesai berganti baju, Rendi menatapku heran. Entah kenapa disepanjang
perjalanan Rendi beberapa kali sempat ketahuan sedang memperhatikanku.
Tak
terasa perjalanan tiba-tiba sampai disebuah pantai yang sangat indah. Aku
bersama Rendi turun dari sebuah mobil Alphard putih dan langsung disambut oleh
keluarga Rendi.
Tampak
dari kejauhan seorang lelaki yang sudah ku kenal. Aku pun menghampirinya dan
ternyata lelaki itu adalah Samuel.
“Hei
Sam, kamu ngapain disini?” tanyaku penasaran.
“Gua
kebetulan diundang sama Rendi Git. Oiya gua mau ngomong.” Samuel kemudian
menarikku ke tempat yang sepi. Hampir tidak ada seorang pun yang berada disitu.
“Git.”
Ucapnya sedikit gugup dan salah tingkah.
“Ada
apa Sam? Kamu mau ngomong apa?” tanyaku heran sambil memandangi bola matanya
yang terlihat sangat tulus memandangiku.
“Sebenernya…sebenernya
gua…” Tak sempat berbicara tiba-tiba datang Rendi yang memotong pembicaraanku
dengan Samuel.
“Hei
kalian ngapain disini? Yuk ke acara!” ajak Samuel tiba-tiba menyambar
pembicaraanku.
Acara
ulang tahun Hani adiknya Rendi pun telah selesai. Aku duduk diatas pasir putih
dengan jarak hampir semeter dengan ombak laut.
Matahari pun mulai terbenam. Senja langit mampu menambah keindahan pantai
ini. Tiba-tiba datang Rendi dari belakang dan menutup mataku dengan kedua
tangannya. Aku mengenali khas aroma parfumnya Rendi yang membuatku nyaman
berada didekatnya, entah kenapa.
“Babymon!”
aku berteriak sambil melepaskan kedua tangan Rendi dari mataku.
Rendi
bergegas duduk disampingku dan menyanyikan sebuah lagu dengan gitar hitamnya.
“Oh baby I will take you to the sky, Forever
you and I, you and I. and we will be together till we die, our love will last
forever and forever you will be mine, you will be mine. Aku sayang kamu, Git.”
Matahari
pun sudah terbenam dan terlihat disekelilingku terdapat hiasan lilin berbentuk
love. Tiba-tiba Rendi mengecup keningku. Aku tak dapat berkata apa-apa aku pun
langsung pergi meninggalkan Rendi. Mungkin dia kecewa dengan sikapku yang
seperti ini.
Aku
langsung pergi untuk mencari Samuel. Kulihat Samuel sedang duduk diatas sebuah
batu besar dan langsung kuhampiri.
Samuel
tiba-tiba menyambar. “Git gua mau ngomong.”
Tak
sempat ku berbicara Samuel langsung menyerocos. “Sebenernya gua udah lama mau
ngomong ini Git, tapi selalu gak ada waktu yang tepat buat ngungkapin. Gua
sayang sama lo git. Gua cinta sama lo! Gua mau lo jadi pacar gua git.”
“Maaf
aku ga bisa Sam! Jujur aku emang sayang banget sama kamu. Tapi itu hanya
sekedar sayang sebagai adik-kakak ga lebih! Aku udah anggap kamu sebagai kakak
aku.” Jelasku. Aku pun tak bisa menahan emosi, air mata pun jatuh dipipiku.
“Aku
tau Git aku ini gak se sempurna Rendi!” Samuel kembali menatapku.
“Sam
diluar sana masih ada cewek yang tulus mencintai kamu dibanding aku. Aku harap
kamu jangan menyia-nyiakannya.” Ucapku semakin terisak.
“Siapa
Git? Jawab!” Tanya Samuel.
“Caca
Sam! Dia sudah lama mencintaimu, bahkan sejak awal masuk SMA. Tapi kenapa kamu
masih ngejar-ngejar aku yang sudah jelas nggak mencintai kamu, Sam?” Air mataku
kembali menetes.
“Aku
tau pasti kamu bakal milih Rendi kan. Jelas-jelas Rendi sangat sempurna
dimatamu.” Tegas Sam.
“Bukan
begitu, aku ngga mau persahabatan kita hancur gara-gara cinta Sam! Lagi pula
aku ngerasa beda kalo bareng Rendi. Aku ngerasa kalo aku takut kehilangan dia.
Beda kalo lagi sama kamu Sam.” Ucapku memperjelas. “Oiya Caca mengidap kanker
stadium lanjut. Aku harap kamu bisa membuat dia semangat untuk hidup dan
menjalani segala operasinya agar Caca bisa sembuh lagi, Sam.”
“Kamu
benar Git?” Tanya Samuel yang mulai menitikkan air matanya.
“Iya
Sam, tolong kamu temui caca sekarang sebelum ia pergi ke Singapore untuk
sepuluh tahun kedepan. Maafin aku nggak bisa nerima cinta kamu Sam.” Ucapku merintih
sembari menatap sam.
“Aku
cowok bodoh yang udah menyia-nyiakan seorang cewek yang selalu setia
dibelakangku! Aku pergi menyusul Caca. Jaga dirimu baik-baik. Pertahanin cinta
kamu sama Rendi ya, Git. Aku sayang kamu.” Kata Rendi yang segera berlari untuk
pergi menyusul Gita yang berada di luar kota. Aku pun hanya tersenyum memandang
sahabatku, Samuel.
Setelah
menyelesaikan masalah ini aku kembali ke pantai untuk menemui Rendi. Dan
ternyata Rendi masih tetap berada di tempat tadi dengan naungan pancaran cahaya
bulan yang menambah keindahan langit malam.
Aku
berlari pelan dan membisikan kalimat ke telinga Rendi “Babymon, I love you!”
Aku
berlari disekitar pantai kemudian dikejar oleh Rendi. Rendi pun berhasil
menangkapku. “Dasar Babymon rese! Aku benci kamu bayi monster yang manja dan
aneh!” ucapku menatap manja kearah Rendi.
“Tapi
sayang kan bu guru cantik?” Rendi mencubit kedua pipiku.
“Pede
kamu ngga ilang-ilang ya. Oiya sekarang aku bukan guru kamu lagi, kan masa
kerjaku sudah habis.” Ucapku meledek. Aku kembali berlari disekitar pantai.
Akhirnya
Rendi pun tetap mengejar dan menghampiriku. “Kamu emang udah bukan guru aku
lagi, tapi sekarang kamu udah jadi pacar seorang baby monster yang tampan itu
ya, bu guru cantik!” ucapnya yang kemudian menggenggam tanganku dan mengajak ku
berlari disekitar pantai dengan naungan bulan purnama yang menambah keindahan
pada malam itu.
-Tamat-