Saturday, January 25, 2014

Baby Monster

Tengah hari ini langit tampak begitu gelap. Segemercik air dari langit mulai membasahi tubuhku. Tak terasa melangkah tiba-tiba tubuhku sudah basah semua. Terlihat di sudut kota ada sebuah kedai coklat yang paling terkenal dikotaku. Aku menelusuri jalan yang tak begitu besar untuk mencapai ke kedai itu. Akhirnya aku sampai dan segera mencari tempat duduk favoritku di sudut dekat jendela. “Mbak coklat panasnya satu” pintaku kepada seorang pelayan yang bertubuh agak gemuk dengan keringat yang menetes didahinya. Tak lama kemudian
pesananku datang.
Tiba-tiba ponselku berdering, terlihat sebuah nama muncul dilayarku. “Siapa lagi kalau bukan Caca” pikirku. Ternyata benar, Caca meneleponku.
“Git lo dimana?” ucap Caca diawal pembicaraan telepon.
“Dikedai coklat, kenapa Ca?” balasku penasaran.
“Lo bisa ke rumah gue gak sekarang?” katanya sedikit cemas.
“Bisa, aku kesana sekarang.” Aku pun segera menutup ponsel dan bergegas keluar untuk pergi ke rumah Caca yang tak jauh dari kedai coklat itu.
Ditengah perjalanan aku tak sengaja menabrak seorang lelaki bertubuh tinggi dan berparas tampan dengan gaya rambut stylelist yang sedang menjinjing laptop. Terlihat laptop itu terjatuh dan hancur. Aku pun tak bisa berkata-kata hanya air mata yang bisa aku luapkan. “Lo jadi cewek gimana sih? Punya mata gak? Gantiin laptop gua!” ucap lelaki itu dengan kasar. Air mataku semakin bercucuran “Maafin aku..” pintaku dengan sangat memohon. “Cuma minta maaf lo kira bisa gantiin laptop gua gitu?” sahutnya kepadaku dengan tangan yang hampir melayang ke pipiku.
Tiba-tiba datang Samuel yang mengentikan ulah kasarnya lelaki itu. “Lo bisa gak Ren, gak kasar sama cewek!” sahutnya kepada lelaki itu. “Tapi dia udah ngerusak laptop gua Sam!” kata lelaki itu dengan emosi yang hampir mau menamparku.
“Lo bisa nyelesain pake cara yang baik-baik kan?” Ucap Samuel sambil menggenggam tangan lelaki itu yang hampir melayang ke pipiku. “Gua bisa aja beli laptop sepuluh tanpa lo ganti, cewek manis!” Ujar lelaki itu menyombongkan diri sembari membuka kacamata hitamnya. Kini terlihat bola matanya yang coklat dengan alis yang mengerut.  
“Aku tau aku hanya orang biasa yang mungkin uang jajanku selama setahun gak bisa gantiin laptop kamu!” Kataku dengan air mata yang semakin bercucuran.  “Yuk Git mending kita pergi!” ucap Samuel semakin kesal. Dia pun menarik tanganku untuk segera pergi. “Eh cewek besok gue tunggu dikedai coklat. Awas lo gak dateng!” teriaknya keras sampai terdengar dari kejauhan.
“Sam, makasih ya udah bantuin aku.” Ucapku kepada Samuel yang terlihat sedang menatapku. “Iya, oiya maafin temen gua ya Gita.” Pinta Samuel dengan memohon.
“Sekali lagi makasih, kamu emang sahabat terbaikku!” ujarku sambil menepuk pundaknya. Samuel hanya membalas dengan senyum simpul lalu ia segera pergi. Disepanjang perjalanan menuju rumah Caca aku bernostalgia masa kecilku. Memang Samuel adalah sahabat yang paling dekat denganku. Selain rumahku dekat dengan rumahnya dan orang tua kami juga saling mengenal baik. Aku dan Samuel sudah dekat sejak berumur 5 tahun.
Tak lama terasa tiba-tiba aku sudah berada di depan rumah Caca yang tidak berpagar. Tampak Caca dijendela coklat dengan tirai bercorak garis merah muda yang menambah keapikan rumahnya. Ia menyuruhku masuk kedalam karena pintu sedang tidak dikunci.
Caca langsung memelukku erat. “Git.” Ucapnya menangis. “Ada apa ca?” Tanyaku penasaran. “Gue kena kanker stadium lanjut.” Jawabnya singkat, ia semakin memelukku erat.
“Bohong kamu Ca!” ucapku sembari menatap dalam. “Bener Git.” Ucapnya terisak. “Makanya gue minta lo kesini, supaya lo jaga jarak dari Sam. Gue pengen hari-hari terakhir ditemenin sama Sam, lo ngerti kan?” sambung Caca yang semakin memelukku erat. “Kamu tau kan aku itu ngga suka sama Sam, Ca.” aku membenarkan perkataan Caca.
“Tapi gue cemburu git, tiap Sam deket sama lo. Gue tau kok lo udah temenan sama dia dari kecil. Maafin gue ya Git, bukannya ngelarang lo buat deket sama Sam. Tapi gue mohon sama lo, biar lo jaga jarak sama Sam.” Ujarnya sembari menatapku. “Oiya gue sebulan lagi mau pindah ke Singapore sekalian berobat disana.” Sambung Caca. Terasa dipundakku air matanya yang menetes.
“Maafin aku ya Git, tapi aku sama Sam hanya sekedar sahabat, ngga lebih. Oiya kamu berapa lama tinggal di Singapore?” ucapku.
“Mungkin 10 tahun gue tinggal diSingapore sekalian berobat. Itu juga kalo gue masih hidup Git.” Kata Caca yang semakin meneteskan air mata.
“Kamu gak boleh ngomong begitu Git!” Ujarku sedikit membentak Caca. Kami berdua pun saling memeluk erat.
&
Terik matahari yang sangat menyengat tak menghalangiku untuk menemui seorang lelaki yang kemarin kutabrak. “Akhirnya lo datang juga.” Ucap lelaki itu sambil tersenyum sinis kepadaku. “Sekarang mau kamu apa?” Kataku dengan suara keras yang membuat beberapa orang dikedai menengok ke arahku.
“Sebagai gantinya lo harus ngerjain semua tugas sekolah dan jadi temen belajar gua dirumah selama sebulan!” Kata lelaki itu. “Oiya nama gua Rendi, lo mulai kerja besok!” sambungnya.
“Apa?! aku jadi guru kamu gitu selama sebulan? Ih ngga banget!” Sahutku kepada lelaki yang bernama Rendi.
“Lo harus pilih, mau ganti laptop gua besok apa mau kerja dirumah gua selama sebulan?” ujarnya dengan lantang.
“Yaudah aku besok kerja dirumah kamu, cowok manja!” ucapku kesal lalu aku pergi meninggalkannya.
&
Hari ini adalah hari pertama aku bekerja dirumah Rendi untuk mengantikan sebuah laptopnya. Aku menelusuri jalan untuk menemui alamat rumahnya.Tiba-tiba aku terhenti sebuah rumah megah bercat putih dengan pagar yang tinggi kira-kira tiga meter. Lalu aku menanyakan kepada satpam yang sedang duduk dipos “Pak ini benar alamat Rendi?”
“Anda guru Rendi ya?” Tanya pak satpam. “What aku guru?! Ga salah tuh” pikirku sejenak. “Iya pak.” Ceplosku sedikit heran. “Silahkan masuk.” Pak satpam membuka gerbang yang lumayan besar dan menyuruhku masuk.
Terlihat disofa coklat seorang lelaki yang sedang menonton televisi. “Hei kamu!” kataku menyambar. “Dateng juga lo! Gua kira lo cuma bohongin gua, tampang lo kan cewe pembohong.” Ceplos Rendi. “Mana tugas aku?” ucapku sedikit geram. “Tuh kerjain semua!” Kata Rendi menunjuk kearah meja yang terdapat tumpukan buku. “Oiya nama lo siapa?” sambungnya lagi. “Nama aku Sagita panggil aja Gita, simple kan.” Ucapku sinis.
Semua tugas sekolah Rendi sudah kuselesaikan. Kulihat Rendi yang sedang asyik bermain game. Aku pun pulang tanpa pamit.
&
“Lo kemarin kemana? Pulang gak bilang-bilang.” Ucap Rendi. “Maaf Ren” Kataku memohon.
“Lain kali jangan gitu ya. By the way makasih ya tugasnya betul semua. Lo pinter banget sih!” Ucapnya lembut sembari mencubit lembut pipiku. “Kalo gitu gua serahin semua tugas-tugas sekolah gua sama lo!” sambungnya.
“Dasar cowok manja yang gak mau usaha!” balasku dengan geram.
Hari demi hari pun kulalui, setiap pulang sekolah aku selalu diantar oleh Samuel untuk bekerja dirumah Rendi. Aku sangat menikmati pekerjaanku sebagai guru sementara dirumah Rendi. Walaupun aku sedikit tak tahan dengan tingkahnya yang manja dan aneh seperti bayi monster.
Setengah bulan pun berlalu. Aku merasakan banyak perubahan terhadap Rendi. Begitupun dengan Tante Lisa. Tante Lisa sangat berterimakasih kepadaku karena kehadiranku dirumahnya membawa pengaruh besar terhadap sikap anaknya, Rendi.
Entah kenapa ketika sedang mengajarinya matematika ada keanehan terhadapku. Entah itu perasaan atau apa. Hatiku tiba-tiba berdegup kencang saat Rendi berkata “Caranya bukan begitu bu guru cantik, tapi begini.” Rendi langsung mengajariku menyelesaikan soal matematika.
Aku pun kagum terhadap rendi. Ternyata ia lebih pintar dariku.
Ponselku berdering. Tiba-tiba Rendi langsung mengambil ponselku, ia lari membawa gitar menuju pohon di dekat taman rumahnya. “Rendi turun, kembaliin ponselku!” kataku dengan kepala mengadah ke atas pohon. Rendi pun mengangkat telepon.
“Gitanya lagi sibuk, maaf gak bisa diganggu sam!” Ucap Rendi kepada penelponku yang ternyata adalah Samuel.
“Rendi!” ucapku geram. Rendi tak menjawab. Ia hanya menyanyikan sebuah lagu dengan memainkan gitarnya. “Oh baby I will take you to the sky forever you and I, you and I.”
Hujan turun membasahi tubuhku dan Rendi. Rendi tetap tidak mau turun dari atas pohon.
“Ren, turun! Ntar kamu sakit.” Pintaku yang sedang berada dibawa pohon.
“Cie perhatian banget sih bu guru.” Rendi tertawa kecil.
“Cepet turun gak!” Aku tetap memaksanya. “Iya cantik, Rendi turun kok.” Ucapnya dengan manja. Lalu ia segera turun dari atas pohon dan meraih tanganku untuk masuk ke rumah.
“Ponsel lo gak gua kembaliin sampai masa kerja lo abis.” Ucap Rendi sambil menertawaiku yang sedang kebasahan. “Rese! Yaudah mending aku pulang.” Ujarku meninggalkan ia sendirian.
Semenjak kejadian itu aku semakin kagum terhadap Rendi. Kagum perasaan atau apa aku tak mengerti. Rendi atau bayi monster yang aneh dan manja ternyata tak seperti yang kupikirkan. Aku selalu merindukannya.
Masa kerjaku tinggal sehari lagi, entah apa yang ada dibenakku aku mulai merasakan kehilangan Rendi. Tiba-tiba Samuel datang mencubitku yang sedang melamun.
“Sakit Sam!” Ujarku.
“Lagi lo ngelamun aja. Emang lo lagi mikirin apa sih?” tanyanya penasaran.
“Nggak kok.” Jawabku berbohong.
Ditengah pembicaraan tiba-tiba ponsel Samuel berdering. Aku mengintip ponselnya, tampak nama Rendi muncul dilayar ponselnya.
“Git, Rendi nyariin lo nih.” Ucap Samuel yang tiba-tiba berubah sikap menjadi dingin kepadaku. “Oiya hari ini kan aku janji sama Rendi buat nemenin dia ke ulang tahun adiknya.” Kataku kepadanya. Aku pun meninggalkan Samuel dan segera menuju rumah Rendi. Diperjalanan tiba-tiba hujan turun hingga membuat pakaianku basah.
“Ren maaf aku telat.” Ucapku
 menunduk sembari membersihkan bajuku yang basah dan penuh dengan kotoran tanah.
“Gapapa, oiya baju lo basah?” Rendi heran menatapku.
“Iya pake nanya lagi.” Kataku merengut kesal.
“Kasian amat. Nih ada baju adek gua, lo pake. Oiya gantinya jangan disini.” Kata Rendi yang semakin meledek. “Dasar rese lo Babymon!” Ucapku yang tak sengaja memanggil Rendi dengan sebutan Babymon atau Baby Monster karena tingkahnya yang aneh dan manja seperti bayi monster menurutku.
“Apaan Babymon? Panggilan kesayangan lo buat gua ya?” Tanyanya yang semakin genit menatapku. “Dih pede banget.” Rengutku.
“Eh cepat ganti baju! Marah mulu lo, cepet tua ntar cantiknya ilang.” Kata Rendi meledekku.
Setelah selesai berganti baju, Rendi menatapku heran. Entah kenapa disepanjang perjalanan Rendi beberapa kali sempat ketahuan sedang memperhatikanku.
Tak terasa perjalanan tiba-tiba sampai disebuah pantai yang sangat indah. Aku bersama Rendi turun dari sebuah mobil Alphard putih dan langsung disambut oleh keluarga Rendi.
Tampak dari kejauhan seorang lelaki yang sudah ku kenal. Aku pun menghampirinya dan ternyata lelaki itu adalah Samuel.
“Hei Sam, kamu ngapain disini?” tanyaku penasaran.
“Gua kebetulan diundang sama Rendi Git. Oiya gua mau ngomong.” Samuel kemudian menarikku ke tempat yang sepi. Hampir tidak ada seorang pun yang berada disitu.
“Git.” Ucapnya sedikit gugup dan salah tingkah.
“Ada apa Sam? Kamu mau ngomong apa?” tanyaku heran sambil memandangi bola matanya yang terlihat sangat tulus memandangiku.
“Sebenernya…sebenernya gua…” Tak sempat berbicara tiba-tiba datang Rendi yang memotong pembicaraanku dengan Samuel.
“Hei kalian ngapain disini? Yuk ke acara!” ajak Samuel tiba-tiba menyambar pembicaraanku.
Acara ulang tahun Hani adiknya Rendi pun telah selesai. Aku duduk diatas pasir putih dengan jarak hampir semeter dengan ombak laut.  Matahari pun mulai terbenam. Senja langit mampu menambah keindahan pantai ini. Tiba-tiba datang Rendi dari belakang dan menutup mataku dengan kedua tangannya. Aku mengenali khas aroma parfumnya Rendi yang membuatku nyaman berada didekatnya, entah kenapa.
“Babymon!” aku berteriak sambil melepaskan kedua tangan Rendi dari mataku.
Rendi bergegas duduk disampingku dan menyanyikan sebuah lagu dengan gitar hitamnya.
Oh baby I will take you to the sky, Forever you and I, you and I. and we will be together till we die, our love will last forever and forever you will be mine, you will be mine. Aku sayang kamu, Git.”
Matahari pun sudah terbenam dan terlihat disekelilingku terdapat hiasan lilin berbentuk love. Tiba-tiba Rendi mengecup keningku. Aku tak dapat berkata apa-apa aku pun langsung pergi meninggalkan Rendi. Mungkin dia kecewa dengan sikapku yang seperti ini.
Aku langsung pergi untuk mencari Samuel. Kulihat Samuel sedang duduk diatas sebuah batu besar dan langsung kuhampiri.
Samuel tiba-tiba menyambar. “Git gua mau ngomong.”
Tak sempat ku berbicara Samuel langsung menyerocos. “Sebenernya gua udah lama mau ngomong ini Git, tapi selalu gak ada waktu yang tepat buat ngungkapin. Gua sayang sama lo git. Gua cinta sama lo! Gua mau lo jadi pacar gua git.”
“Maaf aku ga bisa Sam! Jujur aku emang sayang banget sama kamu. Tapi itu hanya sekedar sayang sebagai adik-kakak ga lebih! Aku udah anggap kamu sebagai kakak aku.” Jelasku. Aku pun tak bisa menahan emosi, air mata pun jatuh dipipiku.
“Aku tau Git aku ini gak se sempurna Rendi!” Samuel kembali menatapku.
“Sam diluar sana masih ada cewek yang tulus mencintai kamu dibanding aku. Aku harap kamu jangan menyia-nyiakannya.” Ucapku semakin terisak.
“Siapa Git? Jawab!”  Tanya Samuel.
“Caca Sam! Dia sudah lama mencintaimu, bahkan sejak awal masuk SMA. Tapi kenapa kamu masih ngejar-ngejar aku yang sudah jelas nggak mencintai kamu, Sam?” Air mataku kembali menetes.
“Aku tau pasti kamu bakal milih Rendi kan. Jelas-jelas Rendi sangat sempurna dimatamu.” Tegas Sam.
“Bukan begitu, aku ngga mau persahabatan kita hancur gara-gara cinta Sam! Lagi pula aku ngerasa beda kalo bareng Rendi. Aku ngerasa kalo aku takut kehilangan dia. Beda kalo lagi sama kamu Sam.” Ucapku memperjelas. “Oiya Caca mengidap kanker stadium lanjut. Aku harap kamu bisa membuat dia semangat untuk hidup dan menjalani segala operasinya agar Caca bisa sembuh lagi, Sam.”
“Kamu benar Git?” Tanya Samuel yang mulai menitikkan air matanya.
“Iya Sam, tolong kamu temui caca sekarang sebelum ia pergi ke Singapore untuk sepuluh tahun kedepan. Maafin aku nggak bisa nerima cinta kamu Sam.” Ucapku merintih sembari menatap sam.
“Aku cowok bodoh yang udah menyia-nyiakan seorang cewek yang selalu setia dibelakangku! Aku pergi menyusul Caca. Jaga dirimu baik-baik. Pertahanin cinta kamu sama Rendi ya, Git. Aku sayang kamu.” Kata Rendi yang segera berlari untuk pergi menyusul Gita yang berada di luar kota. Aku pun hanya tersenyum memandang sahabatku, Samuel.
Setelah menyelesaikan masalah ini aku kembali ke pantai untuk menemui Rendi. Dan ternyata Rendi masih tetap berada di tempat tadi dengan naungan pancaran cahaya bulan yang menambah keindahan langit malam.
Aku berlari pelan dan membisikan kalimat ke telinga Rendi “Babymon, I love you!”
Aku berlari disekitar pantai kemudian dikejar oleh Rendi. Rendi pun berhasil menangkapku. “Dasar Babymon rese! Aku benci kamu bayi monster yang manja dan aneh!” ucapku menatap manja kearah Rendi.
“Tapi sayang kan bu guru cantik?” Rendi mencubit kedua pipiku.
“Pede kamu ngga ilang-ilang ya. Oiya sekarang aku bukan guru kamu lagi, kan masa kerjaku sudah habis.” Ucapku meledek. Aku kembali berlari disekitar pantai.

Akhirnya Rendi pun tetap mengejar dan menghampiriku. “Kamu emang udah bukan guru aku lagi, tapi sekarang kamu udah jadi pacar seorang baby monster yang tampan itu ya, bu guru cantik!” ucapnya yang kemudian menggenggam tanganku dan mengajak ku berlari disekitar pantai dengan naungan bulan purnama yang menambah keindahan pada malam itu.
-Tamat-